ANALISIS STRUKTURAL SEMIOTIK
PUISI DOA DI MEDAN LAGA KARYA
SUBAGIO SASTROWARDHOYO
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata
Kuliah Pengkajian Puisi
Pengampu: Drs. Adyana Sunanda
Oleh:
Fitri
Kartikasari
A310100068
PENDIDIKAN BAHASA,
SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sastra merupakan tulisan yang indah
(Fananie, 2002: 4). Jenis sastra dari zaman ke zaman selalu mengalami
perubahan. Hal tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa sistem sastra yang ada bukanlah merupakan
satu sistem yang baku, merupakan suatu sistem yang selalu berubah sesuai dengan
perkembangan zaman dan budaya (Fananie, 2002: 7).
Karya sastra yang semakin
berkembang di dunia terutama di Indonesia, harus selalu dikaji. Pengkajian yang
dilakukan bukan semata-mata hanya untuk mengetahui struktur-struktur dalam
karya sastra, baik fiksi, puisi, maupun drama. Struktur-struktur karya sastra
yang diteliti merupakan hasil penelitian dengan menggunakan pendekatan
Strukturalisme. Karena karya sastra merupakan sebuah struktur yang kompleks
(Pradopo, 2007: 120)
Pendekatan strukturalisme sudah
menjadi cara yang sering dan paling banyak dilakukan oleh para peneliti sastra
(sastrawan). Sedangkan pendekatan yang lain, seperti semiotik/semiotika masih
sedikit dan bahkan jarang dilakukan. Kedua pendekatan ini dapat dipergunakan
dalam karya sastra, baik dalam mengkaji fiksi, puisi, dan drama. Pendekatan
strukturalisme diadopsi oleh kaum strukturalis.
Sudjiman dan Aart van Zoest (1992:
5) menyatakan bahwa semiotik/semiotika adalah studi tentang tanda dan segala
yang berhubungan dengannya: cara fungsinya; hubungannya dengan tanda-tanda
lain; pengirimmannya; dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya. Tujuan
penelitian karya sastra adalah pengungkapan makna yang terkandung di dalamnya.
Semiotik dipandang sebagai ilmu
yang mempelajari tentang siste-sistem, aturan-aturan, dan konvensi-konvensi
yang memungkinkan tanda-tanda itu memiliki arti (Al-Ma’ruf, 2010: 24).
Pendekatan semiotik ada yang dimaksud dengan “penanda” dan “petanda”. Bahasa sastra merupakan “penanda” yang
menandai sesuatu, dan sesuatu itu disebut “petanda”, yakni yang ditandai oleh
“penanda” (Al-Ma’ruf, 2010: 24). Bahasa sebagai medium karya sastra sudah
merupakan sistem semiotik atau ketandaan, yaitu sistem tanda yang mempunyai
arti (Pradopo, 2007: 121).
Sebelum menganalisis karya sastra
(prosa, puisi, dan drama) dengan pendekatan atau kajian semiotik, perlu
dilakukan analisis dengan menggunakan pendekatan struktural. Pendekatan atau
analisis struktural adalah hal yang paling tama dalam menganalisis karya sastra
sebelum analisis yang lain dilakukan. Hal ini dikarenakan hubungan yang erat
antara struktur karya sastra dengan makna yang terkandung didalam karya sastra.
Oleh karena itu, analisis yang dilakukan pertamakali adalah analisis struktural
dan dilanjutkan dengan analisis semiotik.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan pendekatan struktural dan pendekatan semiotik?
2. Bagaimana
cara menganalisis puisi dengan pendekatan struktural?
3. Bagaimana
cara menganalisis puisi dengan pendekatan semiotik?
C.
Tujuan
1. Mendeskripsikan
pengertian pendekatan struktural dan pendekatan semiotik.
2. Memaparkan
analisis pendekatan struktural.
3. Memaparkan
analisis pendekatan semiotik.
PEMBAHASAN
Puisi karya
Sastrowardhoyo ini akan diteliti menggunakan pendekatan struktural-semiotik.
Pendekatan ini merupakan pendekatan yang memadukan antara struktur-struktur
dalam puisi dengan tanda-tanda yang disajikan dalam puisi. Berikut disajikan
analisis strukturalis-semiotik terhadap puisi karya Subagio Sastrowardoyo.
“Doa di Medan Laga”
Berilah kekuatan sekeras baja
Untuk menghadapi dunia ini, untuk melayani zaman ini
Berilah kesabaran seluas angkasa
Untuk mengatasi siksaan ini, untuk melupakan derita
ini
Berilah kemauan sekuat garuda
Untuk melawan kekejaman ini, untuk menolak
penindasan ini
Berilah perasaan selembut sutra
Untuk menjaga peradaban ini, untuk mempertahankan
kemanusiaan ini
(Subagio Sastrowardhoyo, 1982)
A.
Pendekatan
strukturalis
Menurut Piaget dalam Al-Ma’ruf (2010: 20) pendekatan
strukturalisme adalah semua doktrin atau metode yang dengan suatu abstraksi
tertentu yang menganggap objek studinya bukan hanya sekedar sekumpulan unsur
yang terpisah-pisah, melainkan suatu gabungan unsur-unsur yang berhubungan satu
sama lain. Sehingga yang satu bergantung pada yang lain dan hanya dapat
didefinisikan dalam dan oleh hubungan perpadanan dan pertentangan dengan
unsur-unsur lainnya dalam suatu keseluruhan. Dengan kata lain, pendekatan struktural
hanya memandang karya sastra dari unsur intrinsik saja, dengan tujuan
memaparkan seteliti dan sedalam mungkin keterkaitan semua unsur sehingga
menghasilkan makna secara menyeluruh.
a)
Diksi
Pilihan kata atau diksi dilakukan
oleh pengarang secara cermat dan teliti, agar setiap kata yang diemban dan
diuraikan dapat benar-benar sesuai dengan fungsi dan kedudukannya dalan puisi.
Pengarang menyusun kata-kata dengan tepat, sehingga member gaya pada
masing-masing puisi yang dibuat oleh pengarang. Setiap pengarang memiliki style masing-masing terhadap diksi.
Diksi yang digunakan Subagio
Sastrowardoyo dalam puisi “Doa di Medan Laga” sudah mewakili perasaan dan
pengalaman pengarang. Selain itu, juga mewakili perasaan semua rakyat yang
sedang mempertahankan kehidupan di jagat raya ini.
·
Berilah kekuatan sekeras baja
Larik tersebut memiliki makna
konotasi yang dapat diartikan sesuai situasi dan kondisi, yakni mampu
menghadapi segalanya dengan kesabaran dan ketabahan lahir dan batin. Secara denotatif memiliki makna yang
sesungguhnya yakni sekeras baja (baja yang keras dan kuat).
·
Untuk menghadapi dunia ini, untuk
melayani zaman ini
Makna
yang terkandung pada larik tersebut adalah menjalani kehidupan di dunia ini dengan penuh kesungguhan.
·
Berilah kesabaran seluas angkasa
Secara denotatif, angkasa memiliki
luas yang tak terhingga, tetapi secara konotatif seluas angkasa maksudnya
adalah kelapangan hati (sabar).
·
Untuk mengatasi siksaan ini, untuk
melupakan derita ini
Maksudnya adalah segala tantangan dan rintangan mampu diatasi dan
yang sudah berlalu biarlah berlalu.
·
Berilah kemauan sekuat garuda
Secara denotatif, garuda memiliki
kekuatan yang luar biasa, tetapi secara konotatif maksudnya ingin diberikan
suatu kemauan/ keinginan yang kuat sekuat garuda untuk mengatasi segala
problema kehidupan.
·
Untuk melawan kekejaman ini, untuk
menolak penindasan ini
Kekejaman
dan penindasan mampu untuk dihadang, kekuatan yang bersatu mampu mengatasinya.
·
Berilah perasaan selembut sutra
Sutra melambangkan kehalusan dan
kelembutan (denotatif). Secara konotatif perasaan dapat menjadi sebuat emosi.
Oleh karena itu, kelembutan hati bagai sutra dapat menjadikan dan
mempertahankan segalanya yang ada di dunia ini.
·
Untuk menjaga peradaban ini, untuk
mempertahankan kemanusiaan ini
Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia di muka bumi di
negara yang tercinta ini.
b)
Kata kongkrit
Kata konkret merupakan kata-kata
yang memilliki makna dan arti sama bila dilihat secara denotatif. Secara
konotatif memiliki makna dan arti berbeda yang sesuai dengan situasi dan
kondisi pemakainya.
·
Baja
·
Angkasa
·
Garuda
·
Sutra
c)
Citraan/ imaji
Imaji dugunakan pengarang agar
memberikan kesan hidup pada puisi-puisi yang dibuatnya. Imaji terditi dari
imaji pengelihatan, pendengaran, penciuman, rabaan, dan pengecap/cecapan.
1) Imaji
rabaan terdapat pada larik ketujuh.
Berilah perasaan selembut sutra
2) Imaji
pengelihatan terdapat pada larik ketiga.
Berilah kesabaran seluas angkasa
d)
Bahasa Figuratif (Figurative Language)
Bahasa figuratif merupakan bahasa kiasan atau perumpamaan
yang digunakan pengarang dalam sajak-sajaknya. Dengan kata lain bahasa figurative
disebut juga majas.
1) Majas
Perbandingan (Simille)
Majas ini merupakan majas yang membandingkan sesuatu
dengan menggunakan kata-kata perbandingan. Seperti bagai, bagaikan, bak,
seperti, laksana, se-, dan lain-lain.
·
Berilah kekuatan sekeras baja
·
Berilah kesabaran seluas angkasa
·
Berilah kemauan sekuat garuda
·
Berilah perasaan selembut sutra
2) Majas
Metafora
Metafora merupakan majas perbandingan, tetapi tidak
menggunakan kata-kata perbandingan.
3) Majas
Metonimia
Metonimia adalah majas atau kiasan pengganti nama.
4) Majas
Sinekdoki
Majas ini adalah kiasan yang mengungkapkan sebagian
untuk keseluruhan (Pars Pro Toto)
atau kiasan yang menggungkapkan keseluruhan untuk sebagian (Totem Pro Parte).
5) Alegori
Alegori adalah kiasan perbandingan dalam bentuk
cerita.
6) Personifikasi
Personifikasi merupakan kiasan yang memberikan kesan
hidup pada benda-benda mati (benda mati seolah-olah hidup).
e)
Rima dan irama
Rima atau sajak dalam puisi ini
termasuk dalam sajak berselang yakni perulangan
bunyi sajak a-b-a-b. Sedangkan irama yang disajikan dapat dirasakan
apabila setiap pembaca memiliki ciri/ khas masing-masing dalam pembacaan. Irama
tercipta saat puisi dibacakan.
f)
Tema
Tema merupakan aspek cerita yang
sejajar dengan “makna” dalam pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan
pengalaman begitu diingat (Stanton, 2007: 36). Tema mengacu pada aspek-aspek
kehidupan atau peristiwa yang terjadi yang ,erupakan pengalaman pengarang.
Tema harus relevan dengan isi ccerita
atau teks puisi. Tema yang diangkat pada puisi “Doa di Medan Laga” adalah perjuangan
dan pertahanan hidup. Tema ini sesuai dengan isi tiap larik yang selalu
berharap diberi kemudahan dalam segala hal.
g)
Rasa
Semangat dan optimis menjadi rasa
dari tiap-tiap larik dalam puisi
Subagio Sastrowardhoyo “Doa di Medan Laga”.
h)
Nada
Nada akan didapatkan ketika puisi
dibacakan. Pembacaan akan menentukan suatu nada. Nada akan tercipta berbeda
pada setiap pembacaan. nada yang berupa jeda akan lebih banyak dijumpai dalam
puisi ini. Meskipun terdapat nada lain, seperti tanda titik dan intonasi
i)
Amanat
Amanat yang dapat dambil dari puisi
Subagio Sastrowardoyo yang berjudul ‘Doa di Medan Laga’ adalah kehidupan dunia
yang sangat keras dan penuh dengan tantangan harus tetap dijalani dengan penuh
perjuangan. Semua yang dihadapi pasti mendapatkan kemudahan untuk mengatasi
tantangan tersebut. Berdoa dan selalu berusaha dengan optimis, pasti Yang Maha
Kuasa selalu berada dekat kita dan akan menolong kita.
B.
Pendekatan
semiotik
Semiotik adalah ilmu yang
mempelajari suatu tanda. Pierce dalam
Sudjiman (1992: 7-8) mengemukakan bahwa makna tanda yang sebenarnya adalah
mengemukakan sesuatu. suatu tanda mengacu kepada satu acuan. Tanda sebagai
interpretasi atau diinterpretasikan, artinya setelah dihubungkan dengan acuan,
dari tanda yang orisinal berkembang suatu tanda baru yang disebut interpretant.
Pierce telah menciptakan Semiotika agar
dapat memecahkan dengan lebih baik masalah inferensi (pemikiran logis). Tanda
yang sianalisis dengan pendekatan semiotika ini dapat menghasilkan berbagai
makna, bergantung pada intepretasi seseorang terhadap suatu karya sastra.
Puisi yang berjudul “Doa di Medan
Laga” karya Subagio Sastrowardhoyo merupakan sebuah sajak pendek, yang terdiri
dari 8 larik dan terbagi dalam 4 bait.
Setiap bait memiliki masing-masing 2 larik. Semua kata yang terdapat pada teks
puisi merupakan tanda yang mewakili apa yang dirasakan oleh penyair.
Judul memiliki peran yang sangat
penting dalam menentukan atau menjelaskan sajak-sajak berikutnya yang
bersangkutan. “Doa di Medan Laga” memiliki pengertian suatu permohonan,
permintaan, pengharapan (Doa), doa untuk kehidupan yang rumit. Berdoa merupakan
perbuatan untuk memuji dan mengagungkan nama Tuhan, juga menyerahkan dan
mengadu nasib kepada-Nya. Larik pertama, Berilah kekuatan sekeras baja (sebagai
indeks), menunjukkan bahwa kekuatan akan melumpuhkan segalanya, dengan kekuatan
yang diibaratkan sekuat baja, semua orang mampu bertahan dalam kehidupan yang
rumit. Baja merupakan ikon yang dapat diartikan kuat dan tak mudah untuk
dihancurkan. Jadi, kekuatan sekeras baja yang dimaksud bisa untuk kekuatan
lahir dan kekuatan batin. Larik kedua memiliki hubungan erat dengan larik
pertama. Dapat diartikan bahwa kekuatan lahir dan batin mampu untuk menghadapi
kehidupan di dunia. Kekuatan baja yang dimiliki dapat membantu dalam menghadapi
perkembangan dan perubahan kehidupan dunia ini yang tak pernah berhenti dan
selalu berputar.
Larik ketiga dan keempat juga
memiliki hubungan yang erat, sehingga dalam pengertian atau pemenuhan makna
tidak dapat disendirikan.
Berilah
kesabaran seluas angkasa (sebagai indeks)
Untuk mengatasi
siksaan ini, untuk melupakan derita ini
Larik ketiga maksudnya adalah sabar, tegar, dan
tabah dalam menghadapi semua penderitaan (tantangan dan rintangan), juga lapang
dada. Dalam larik ini tidak begitu jelas, apa yang dikehendaki oleh seseorang
itu untuk dirinya sendiri, orang lain, atau semua orang yang ada dan
mengalaminya (segala sesuatu kehidupan yang dialami). Sebuah permohonan
terhadap Sang Pencipta untuk semua yang terjadi dikehidupan yang nyata dan
rumit ini.
Berilah kemauan
sekuat garuda
Untuk melawan
kekejaman ini, untuk menolak penindasan ini
Di atas adalah larik kelima dan keenam. Memiliki
makna sebuah pengharapan terhadap suatu yang ada dalam tiap pribadi yakni
kemauan, kerja keras, pengorbanan, semangat, dan sebagainya, yang akan membawa
semua pada kebebasan. Garuda telah menjadi lambang Negara Indonesia. Kekuatan
dan keberanian garuda, menjadi tolak ukur bagi semua jika menginginkan
kebebasan lahir dan batin.
Pada larik ketujuh dan kedelapan
adalah dua larik penutup dari puisi ini.
Berilah perasaan
selembut sutra (sebagai indeks)
Untuk menjaga
peradaban ini, untuk mempertahankan kemanusiaan ini
Sutra menjadi simbol yang melambangkan kelembutan dan
kehalusan. Hati atau pun perasaan yang terkadang keras dan sulit diluluhkan
dapat mencair dan bisa lembut selembut sutra. Perasaan atau hati siapapun yang
demikian, akan mampu membuat segalanya luluh. Kehalusan dan ketabahan hati dapat
mewujudkan kedamaian dan ketentraman jiwa dan raga dalam kehidupan ini, serta
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.
Kesimpulan dari analisis puisi
tersebut berdasarkan larik adalah suatu kehidupan yang dijalani dengan kuat,
tegar, sabar, lapang dada, berani dan keikhlasan serta kelembutan hati dapat
menjadikan segala sesuatu yang terjadi diikehidupan ini pasti akan menemukan
solusi dan titik temu mengatasi permasalahan. Setiap permasalahan yang timbul
harus dapat diatasi dengan kepala dingin, sehingga semua akan berakhir dengan
kebahagiaan. Sebuah doa dapat menjadikan tonggak utama sebelum melakukan
sesuatu, sehingga hasil yang ingin dicapai dapat terpenuhi. Walaupun harus
berjuang melawan segala halang rintang yang menghadang. Meski begitu, semua
akan berakhir dengan sempurna, menyelamatkan manusia dan dunia.
SIMPULAN
Pengajian terhadap karya sastra
yang berupa puisi karya Subagio Sastrowardhoyo yang berjudul “Doa di Medan Laga” menghasilkan
jenis analisis yang memadukan antara pendekatan struktural dan pendekatan
semiotik/semiotika. Pendekatan struktural dilakukan lebih awal dibanding dengan
pendekatan semiotik. Hal ini sengaja dilakukan, karena suatu karya sastra yang
diteliti tidak luput dari kajian dengan menggunakan pendekatan struktural.
Setelah pendekatan struktural dilakukan, maka dapat diterapkan pendekatan lain
dalam mengkaji suatu karya sastra.
Pendekatan semiotik berusaha mengungkapkan makna yang terkandung dalam puisi
melalui tanda-tanda yang telah di sampaikan pengarang dalam sajak-sajaknya. Banyak manfaat dan amanat yang dapat
dipetik dari hasil kajian ini. Tanda-tanda yang disajikan oleh pengarang dalam
puisi ini bersifat
implisit. Sehingga perlulah
dilakukan analisis secara semiotik untuk mengungkap makna secara keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ma’ruf,
Ali Imran. 2010. Dimensi Sosial Keagamaan
dalam Fiksi Indonesia Modern. Solo: Smartmedia.
Fananie, Zainuddin. 2002. Telaah Sastra. Surakarta: Muhammadiyah
University Press.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2007. Pengkajian Puisi.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sastrowardhoyo,
Subagio. 1982. Daerah Perbatasan.
Jakarta: Balai Pustaka.
Stanton,
Robert. 2007. Teori Fiksi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Sudjiman,
Panuti dan Aart van Zoest. 1992. Serba-Serbi
Semiotika. Jakarta: Gramedia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar