Kamis, 10 Januari 2013

Pengkajian Puisi




ANALISIS STRUKTURAL SEMIOTIK
PUISI DOA DI MEDAN LAGA KARYA SUBAGIO SASTROWARDHOYO
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengkajian Puisi
Pengampu: Drs. Adyana Sunanda





Description: UMS

















Oleh:

Fitri Kartikasari
A310100068








PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012








PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang

Sastra merupakan tulisan yang indah (Fananie, 2002: 4). Jenis sastra dari zaman ke zaman selalu mengalami perubahan. Hal tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa sistem sastra yang ada bukanlah merupakan satu sistem yang baku, merupakan suatu sistem yang selalu berubah sesuai dengan perkembangan zaman dan budaya (Fananie, 2002: 7).
Karya sastra yang semakin berkembang di dunia terutama di Indonesia, harus selalu dikaji. Pengkajian yang dilakukan bukan semata-mata hanya untuk mengetahui struktur-struktur dalam karya sastra, baik fiksi, puisi, maupun drama. Struktur-struktur karya sastra yang diteliti merupakan hasil penelitian dengan menggunakan pendekatan Strukturalisme. Karena karya sastra merupakan sebuah struktur yang kompleks (Pradopo, 2007: 120)
Pendekatan strukturalisme sudah menjadi cara yang sering dan paling banyak dilakukan oleh para peneliti sastra (sastrawan). Sedangkan pendekatan yang lain, seperti semiotik/semiotika masih sedikit dan bahkan jarang dilakukan. Kedua pendekatan ini dapat dipergunakan dalam karya sastra, baik dalam mengkaji fiksi, puisi, dan drama. Pendekatan strukturalisme diadopsi oleh kaum strukturalis.
Sudjiman dan Aart van Zoest (1992: 5) menyatakan bahwa semiotik/semiotika adalah studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya: cara fungsinya; hubungannya dengan tanda-tanda lain; pengirimmannya; dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya. Tujuan penelitian karya sastra adalah pengungkapan makna yang terkandung di dalamnya.
Semiotik dipandang sebagai ilmu yang mempelajari tentang siste-sistem, aturan-aturan, dan konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda itu memiliki arti (Al-Ma’ruf, 2010: 24). Pendekatan semiotik ada yang dimaksud dengan “penanda” dan “petanda”.  Bahasa sastra merupakan “penanda” yang menandai sesuatu, dan sesuatu itu disebut “petanda”, yakni yang ditandai oleh “penanda” (Al-Ma’ruf, 2010: 24). Bahasa sebagai medium karya sastra sudah merupakan sistem semiotik atau ketandaan, yaitu sistem tanda yang mempunyai arti (Pradopo, 2007: 121).
Sebelum menganalisis karya sastra (prosa, puisi, dan drama) dengan pendekatan atau kajian semiotik, perlu dilakukan analisis dengan menggunakan pendekatan struktural. Pendekatan atau analisis struktural adalah hal yang paling tama dalam menganalisis karya sastra sebelum analisis yang lain dilakukan. Hal ini dikarenakan hubungan yang erat antara struktur karya sastra dengan makna yang terkandung didalam karya sastra. Oleh karena itu, analisis yang dilakukan pertamakali adalah analisis struktural dan dilanjutkan dengan analisis semiotik.

B.       Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan pendekatan struktural dan pendekatan semiotik?
2.      Bagaimana cara menganalisis puisi dengan pendekatan struktural?
3.      Bagaimana cara menganalisis puisi dengan pendekatan semiotik?

C.      Tujuan
1.      Mendeskripsikan pengertian pendekatan struktural dan pendekatan semiotik.
2.      Memaparkan analisis pendekatan struktural.
3.      Memaparkan analisis pendekatan semiotik.





PEMBAHASAN

Puisi karya Sastrowardhoyo ini akan diteliti menggunakan pendekatan struktural-semiotik. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang memadukan antara struktur-struktur dalam puisi dengan tanda-tanda yang disajikan dalam puisi. Berikut disajikan analisis strukturalis-semiotik terhadap puisi karya Subagio Sastrowardoyo.

“Doa di Medan Laga”

Berilah kekuatan sekeras baja
Untuk menghadapi dunia ini, untuk melayani zaman ini
Berilah kesabaran seluas angkasa
Untuk mengatasi siksaan ini, untuk melupakan derita ini
Berilah kemauan sekuat garuda
Untuk melawan kekejaman ini, untuk menolak penindasan ini
Berilah perasaan selembut sutra
Untuk menjaga peradaban ini, untuk mempertahankan kemanusiaan ini

(Subagio Sastrowardhoyo, 1982)

A.    Pendekatan strukturalis
Menurut Piaget dalam Al-Ma’ruf (2010: 20) pendekatan strukturalisme adalah semua doktrin atau metode yang dengan suatu abstraksi tertentu yang menganggap objek studinya bukan hanya sekedar sekumpulan unsur yang terpisah-pisah, melainkan suatu gabungan unsur-unsur yang berhubungan satu sama lain. Sehingga yang satu bergantung pada yang lain dan hanya dapat didefinisikan dalam dan oleh hubungan perpadanan dan pertentangan dengan unsur-unsur lainnya dalam suatu keseluruhan. Dengan kata lain, pendekatan struktural hanya memandang karya sastra dari unsur intrinsik saja, dengan tujuan memaparkan seteliti dan sedalam mungkin keterkaitan semua unsur sehingga menghasilkan makna secara menyeluruh.
a)         Diksi
Pilihan kata atau diksi dilakukan oleh pengarang secara cermat dan teliti, agar setiap kata yang diemban dan diuraikan dapat benar-benar sesuai dengan fungsi dan kedudukannya dalan puisi. Pengarang menyusun kata-kata dengan tepat, sehingga member gaya pada masing-masing puisi yang dibuat oleh pengarang. Setiap pengarang memiliki style masing-masing terhadap diksi.
Diksi yang digunakan Subagio Sastrowardoyo dalam puisi “Doa di Medan Laga” sudah mewakili perasaan dan pengalaman pengarang. Selain itu, juga mewakili perasaan semua rakyat yang sedang mempertahankan kehidupan di jagat raya ini.
·         Berilah kekuatan sekeras baja
Larik tersebut memiliki makna konotasi yang dapat diartikan sesuai situasi dan kondisi, yakni mampu menghadapi segalanya dengan kesabaran dan ketabahan lahir dan batin.  Secara denotatif memiliki makna yang sesungguhnya yakni sekeras baja (baja yang keras dan kuat).
·         Untuk menghadapi dunia ini, untuk melayani zaman ini
Makna yang terkandung pada larik tersebut adalah menjalani kehidupan di dunia ini dengan penuh kesungguhan.
·         Berilah kesabaran seluas angkasa
Secara denotatif, angkasa memiliki luas yang tak terhingga, tetapi secara konotatif seluas angkasa maksudnya adalah kelapangan hati (sabar).
·         Untuk mengatasi siksaan ini, untuk melupakan derita ini
Maksudnya adalah segala tantangan dan rintangan mampu diatasi dan yang sudah berlalu biarlah berlalu.
·         Berilah kemauan sekuat garuda
Secara denotatif, garuda memiliki kekuatan yang luar biasa, tetapi secara konotatif maksudnya ingin diberikan suatu kemauan/ keinginan yang kuat sekuat garuda untuk mengatasi segala problema kehidupan.
·         Untuk melawan kekejaman ini, untuk menolak penindasan ini
Kekejaman dan penindasan mampu untuk dihadang, kekuatan yang bersatu mampu mengatasinya.

·         Berilah perasaan selembut sutra
Sutra melambangkan kehalusan dan kelembutan (denotatif). Secara konotatif perasaan dapat menjadi sebuat emosi. Oleh karena itu, kelembutan hati bagai sutra dapat menjadikan dan mempertahankan segalanya yang ada di dunia ini.
·         Untuk menjaga peradaban ini, untuk mempertahankan kemanusiaan ini
Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia di muka bumi di negara yang tercinta ini.

b)        Kata kongkrit
Kata konkret merupakan kata-kata yang memilliki makna dan arti sama bila dilihat secara denotatif. Secara konotatif memiliki makna dan arti berbeda yang sesuai dengan situasi dan kondisi pemakainya.
·         Baja
·         Angkasa
·         Garuda
·         Sutra

c)         Citraan/ imaji
Imaji dugunakan pengarang agar memberikan kesan hidup pada puisi-puisi yang dibuatnya. Imaji terditi dari imaji pengelihatan, pendengaran, penciuman, rabaan, dan pengecap/cecapan.
1)      Imaji rabaan terdapat pada larik ketujuh.
Berilah perasaan selembut sutra
2)      Imaji pengelihatan terdapat pada larik ketiga.
Berilah kesabaran seluas angkasa

d)        Bahasa Figuratif (Figurative Language)
Bahasa figuratif merupakan bahasa kiasan atau perumpamaan yang digunakan pengarang dalam sajak-sajaknya. Dengan kata lain bahasa figurative disebut juga majas.

1)      Majas Perbandingan (Simille)
Majas ini merupakan majas yang membandingkan sesuatu dengan menggunakan kata-kata perbandingan. Seperti bagai, bagaikan, bak, seperti, laksana, se-, dan lain-lain.
·         Berilah kekuatan sekeras baja
·         Berilah kesabaran seluas angkasa
·         Berilah kemauan sekuat garuda
·         Berilah perasaan selembut sutra
2)      Majas Metafora
Metafora merupakan majas perbandingan, tetapi tidak menggunakan kata-kata perbandingan.
3)      Majas Metonimia
Metonimia adalah majas atau kiasan pengganti nama.
4)      Majas Sinekdoki
Majas ini adalah kiasan yang mengungkapkan sebagian untuk keseluruhan (Pars Pro Toto) atau kiasan yang menggungkapkan keseluruhan untuk sebagian (Totem Pro Parte).
5)      Alegori
Alegori adalah kiasan perbandingan dalam bentuk cerita.
6)      Personifikasi
Personifikasi merupakan kiasan yang memberikan kesan hidup pada benda-benda mati (benda mati seolah-olah hidup).
e)         Rima dan irama
Rima atau sajak dalam puisi ini termasuk dalam sajak berselang yakni perulangan  bunyi sajak a-b-a-b. Sedangkan irama yang disajikan dapat dirasakan apabila setiap pembaca memiliki ciri/ khas masing-masing dalam pembacaan. Irama tercipta saat puisi dibacakan.
f)         Tema
Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan “makna” dalam pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan pengalaman begitu diingat (Stanton, 2007: 36). Tema mengacu pada aspek-aspek kehidupan atau peristiwa yang terjadi yang ,erupakan pengalaman pengarang. Tema  harus relevan dengan isi ccerita atau teks puisi. Tema yang diangkat pada puisi “Doa di Medan Laga” adalah perjuangan dan pertahanan hidup. Tema ini sesuai dengan isi tiap larik yang selalu berharap diberi kemudahan dalam segala hal.
g)        Rasa
Semangat dan optimis menjadi rasa dari tiap-tiap larik dalam puisi Subagio Sastrowardhoyo “Doa di Medan Laga”.
h)        Nada
Nada akan didapatkan ketika puisi dibacakan. Pembacaan akan menentukan suatu nada. Nada akan tercipta berbeda pada setiap pembacaan. nada yang berupa jeda akan lebih banyak dijumpai dalam puisi ini. Meskipun terdapat nada lain, seperti tanda titik dan intonasi
i)          Amanat
Amanat yang dapat dambil dari puisi Subagio Sastrowardoyo yang berjudul ‘Doa di Medan Laga’ adalah kehidupan dunia yang sangat keras dan penuh dengan tantangan harus tetap dijalani dengan penuh perjuangan. Semua yang dihadapi pasti mendapatkan kemudahan untuk mengatasi tantangan tersebut. Berdoa dan selalu berusaha dengan optimis, pasti Yang Maha Kuasa selalu berada dekat kita dan akan menolong kita.

B.     Pendekatan semiotik
Semiotik adalah ilmu yang mempelajari suatu tanda.  Pierce dalam Sudjiman (1992: 7-8) mengemukakan bahwa makna tanda yang sebenarnya adalah mengemukakan sesuatu. suatu tanda mengacu kepada satu acuan. Tanda sebagai interpretasi atau diinterpretasikan, artinya setelah dihubungkan dengan acuan, dari tanda yang orisinal berkembang suatu tanda baru yang disebut interpretant.
Pierce telah menciptakan Semiotika agar dapat memecahkan dengan lebih baik masalah inferensi (pemikiran logis). Tanda yang sianalisis dengan pendekatan semiotika ini dapat menghasilkan berbagai makna, bergantung pada intepretasi seseorang terhadap suatu karya sastra.
Puisi yang berjudul “Doa di Medan Laga” karya Subagio Sastrowardhoyo merupakan sebuah sajak pendek, yang terdiri dari 8  larik dan terbagi dalam 4 bait. Setiap bait memiliki masing-masing 2 larik. Semua kata yang terdapat pada teks puisi merupakan tanda yang mewakili apa yang dirasakan oleh penyair.
Judul memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan atau menjelaskan sajak-sajak berikutnya yang bersangkutan. “Doa di Medan Laga” memiliki pengertian suatu permohonan, permintaan, pengharapan (Doa), doa untuk kehidupan yang rumit. Berdoa merupakan perbuatan untuk memuji dan mengagungkan nama Tuhan, juga menyerahkan dan mengadu nasib kepada-Nya. Larik pertama, Berilah kekuatan sekeras baja (sebagai indeks), menunjukkan bahwa kekuatan akan melumpuhkan segalanya, dengan kekuatan yang diibaratkan sekuat baja, semua orang mampu bertahan dalam kehidupan yang rumit. Baja merupakan ikon yang dapat diartikan kuat dan tak mudah untuk dihancurkan. Jadi, kekuatan sekeras baja yang dimaksud bisa untuk kekuatan lahir dan kekuatan batin. Larik kedua memiliki hubungan erat dengan larik pertama. Dapat diartikan bahwa kekuatan lahir dan batin mampu untuk menghadapi kehidupan di dunia. Kekuatan baja yang dimiliki dapat membantu dalam menghadapi perkembangan dan perubahan kehidupan dunia ini yang tak pernah berhenti dan selalu berputar.
Larik ketiga dan keempat juga memiliki hubungan yang erat, sehingga dalam pengertian atau pemenuhan makna tidak dapat disendirikan.
Berilah kesabaran seluas angkasa (sebagai indeks)
Untuk mengatasi siksaan ini, untuk melupakan derita ini
Larik ketiga maksudnya adalah sabar, tegar, dan tabah dalam menghadapi semua penderitaan (tantangan dan rintangan), juga lapang dada. Dalam larik ini tidak begitu jelas, apa yang dikehendaki oleh seseorang itu untuk dirinya sendiri, orang lain, atau semua orang yang ada dan mengalaminya (segala sesuatu kehidupan yang dialami). Sebuah permohonan terhadap Sang Pencipta untuk semua yang terjadi dikehidupan yang nyata dan rumit ini.
Berilah kemauan sekuat garuda
Untuk melawan kekejaman ini, untuk menolak penindasan ini
Di atas adalah larik kelima dan keenam. Memiliki makna sebuah pengharapan terhadap suatu yang ada dalam tiap pribadi yakni kemauan, kerja keras, pengorbanan, semangat, dan sebagainya, yang akan membawa semua pada kebebasan. Garuda telah menjadi lambang Negara Indonesia. Kekuatan dan keberanian garuda, menjadi tolak ukur bagi semua jika menginginkan kebebasan lahir dan batin.
Pada larik ketujuh dan kedelapan adalah dua larik penutup dari puisi ini.
Berilah perasaan selembut sutra (sebagai indeks)
Untuk menjaga peradaban ini, untuk mempertahankan kemanusiaan ini
Sutra menjadi simbol yang melambangkan kelembutan dan kehalusan. Hati atau pun perasaan yang terkadang keras dan sulit diluluhkan dapat mencair dan bisa lembut selembut sutra. Perasaan atau hati siapapun yang demikian, akan mampu membuat segalanya luluh. Kehalusan dan ketabahan hati dapat mewujudkan kedamaian dan ketentraman jiwa dan raga dalam kehidupan ini, serta menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.
Kesimpulan dari analisis puisi tersebut berdasarkan larik adalah suatu kehidupan yang dijalani dengan kuat, tegar, sabar, lapang dada, berani dan keikhlasan serta kelembutan hati dapat menjadikan segala sesuatu yang terjadi diikehidupan ini pasti akan menemukan solusi dan titik temu mengatasi permasalahan. Setiap permasalahan yang timbul harus dapat diatasi dengan kepala dingin, sehingga semua akan berakhir dengan kebahagiaan. Sebuah doa dapat menjadikan tonggak utama sebelum melakukan sesuatu, sehingga hasil yang ingin dicapai dapat terpenuhi. Walaupun harus berjuang melawan segala halang rintang yang menghadang. Meski begitu, semua akan berakhir dengan sempurna, menyelamatkan manusia dan dunia.



SIMPULAN

Pengajian terhadap karya sastra yang berupa puisi karya Subagio Sastrowardhoyo yang berjudul “Doa di Medan Laga” menghasilkan jenis analisis yang memadukan antara pendekatan struktural dan pendekatan semiotik/semiotika. Pendekatan struktural dilakukan lebih awal dibanding dengan pendekatan semiotik. Hal ini sengaja dilakukan, karena suatu karya sastra yang diteliti tidak luput dari kajian dengan menggunakan pendekatan struktural. Setelah pendekatan struktural dilakukan, maka dapat diterapkan pendekatan lain dalam mengkaji suatu karya sastra.  Pendekatan semiotik berusaha mengungkapkan makna yang terkandung dalam puisi melalui tanda-tanda yang telah di sampaikan pengarang dalam sajak-sajaknya. Banyak manfaat dan amanat yang dapat dipetik dari hasil kajian ini. Tanda-tanda yang disajikan oleh pengarang dalam puisi ini bersifat implisit. Sehingga perlulah dilakukan analisis secara semiotik untuk mengungkap makna secara keseluruhan.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Ma’ruf, Ali Imran. 2010. Dimensi Sosial Keagamaan dalam Fiksi Indonesia Modern. Solo: Smartmedia.
Fananie, Zainuddin. 2002. Telaah Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University Press.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2007. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sastrowardhoyo, Subagio. 1982. Daerah Perbatasan. Jakarta: Balai Pustaka.
Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sudjiman, Panuti dan Aart van Zoest. 1992. Serba-Serbi Semiotika. Jakarta: Gramedia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar