NILAI
RELIGIUSITAS NOVEL AYAT-AYAT CINTA
KARYA HABIBURRAHMAN
EL-SHIRAZI:
ANALISIS
STRUKTURAL-SEMIOTIK
Oleh:
Fitri
Kartikasari
A310100068
PENDIDIKAN
BAHASA, SASTRA DAN DAERAH
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012
A.
Pendahuluan
Karya sastra merupakan hasil karya
cipta seseorang dalam bentuk apapun yang memiliki nilai estetik. Karya sastra
sebagai hasil cipta manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai,
baik nilai keindahan maupun nilai-nilai kehidupan. seseorang dapat mengetahui
nilai-nilai kehidupannya sendiri, maupun kehidupan orang lain dan masyarakat melalui
karya sastra. Hadirnya karya sastra yang membicarakan persoalan kehidupan manusia,
memiliki hubungan yang tidak dapat terpisahkan. Sastra dengan segala
ekspresinya merupakan pencerminan dari kehidupan manusia. Adapun permasalahan
manusia merupakan ilham bagi pengarang untuk mengungkapkan dirinya dengan media
karya sastra. Hal ini dapat dikatakan bahwa tanpa kehadiran manusia, sastra
mungkin tidak ada.
Nilai estetik karya sastra
menjadikan karya tersebut memiliki nilai yang luar biasa. Karya sastra memiliki
nilai imajenatif. Imajenatif karya sastra selain untuk hiburan, juga untuk
menambah pengalaman batin para penikmat sastra.
Karya sastra yang memiliki nilai estetik dan imajenatif adalah prosa, puisi
dan drama. Novel merupakan salah satu karya sastra yang bergenre prosa. Novel
adalah prosa rekaan yang panjang, menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan
serangkaian peristiwa dan latar belakang secara terstruktur (Sudjiman, 1990:55).
Novel Ayat-ayat Cinta adalah novel
yang memiliki latar belakang dua Negara, Indonesia dan Mesir. Peristiwa
disajikan begitu menarik oleh pengarang. Novel Ayat-ayat Cinta karya
Habiburraman El-Shirazi akan dianalisis menggunakan pendekatan semiotik yang
mengungkapkan nilai religiusitas. Semiotik adalah studi tentang tanda dan
segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungannya dengan
tanda-tanda lain, pengirimannya, dan peneimaannya oleh mereka yang mempergunakannya
(Sudjiman, 1992:5). Sedangkan menurut Saussure (dalam Nurgiantoro, 1995:39)
pandangan semiotik yakni bahasa, yang merupakan sebuah system tanda, dan
sebagai suatu tanda bahasa mewakili sesuatu yang lain yang disebut makna.
Religius memiliki istilah membawa
konotasi pada makna agama.religius dan agama memiliki keterkaitan yang erat dan
menjadi satu kesatuan. Religiusitas memiliki pengertian yang lebih dalam dan
lebih luas dalam mengatasi keagamaan dibandingkan agama itu sendiri
(Nurgiantoro, 1995:328). Ayat-ayat Cinta banyak mengangkat nilai religiusitas. Nilai
religiusitas yang terkandung dalam Ayat-ayat Cinta juga menghubungkan dengan
nilai lain seperti nilai sosial dan nilai budaya.
Sebelum melakukan analisis semiotik,
hal yang perlu diperhatikan dan menjadi prioritas utama dalam kajian atau
analisis semotik maupun analisis yang lainnya adalah analisis struktual/
pendekatan struktualisme. Pendekatan strukturalisme adalah suatu pendekatan
yang menganalisis struktur karya sastra. Struktur karya sastra memiliki
hubungan yang sangat erat dan tak dapat dpisahkan serta menjadi satu kesatuan. Analisis
struktural dilakukan lebih awal dari analsis lain yang akan dilakukan karena
apa pun jenis analisis yang dilakukan membutuhkan analisis struktural. Begitu
pula dengan analisis semiotik yang membutuhkan analisis struktural demi
mengungkap makna yang terkandung dalam karya sastra.
B.
Pembahasan
1.
Ringkasan
Cerita
Fahri bin Abdillah adalah pelajar Indonesia yang berusaha
menggapai gelar masternya di Al Ahzar. Fahri tidaklah seorang diri. Ia tinggal
di Mesir bersama teman-temannya. Fahri tidak pernah mengenal kata lelah. Ia
berteman dengan sengatan panas matahari dan debu halus Mesir. Keinginan yang
kuat untuk mencapai berbagai macam target dan kesederhanaan hidup. Ia Bertahan
dengan menjadi penerjemah buku-buku agama. Menimba ilmu di Mesir, membuat Fahri
dapat mengenal Maria, Nurul, Noura, dan Aisha.
Maria Grigis adalah tetangga satu flat Fahri, yang beragama
Kristen Koptik tapi mengagumi Al Quran dan juga menganggumi Fahri. Sementara
Nurul adalah anak seorang kyai terkenal, yang juga menimba ilmu di Al Azhar.
Sebenarnya Fahri menaruh hati pada gadis manis ini, tetapi ia minder terhadap
dirinya sendiri, karena dia hanyalah anak dari petani. Sedangkan Noura adalah
gadis cantik anak dari Bahadur yang selalu mndapatkan perlakuan kasar dari
keluarganya. Ia tinggal bertetangga dengan Fahri. Yang terakhir adalah Aisha.
Gadis cantik asal Jerman ini sudah membuat Fahri jatuh hati padanya.
Di Mesir Fahri tinggal bersama keempat orang temannya yang juga
berasal dari Indonesia. Mereka adalah Saiful, Rudi, Hamdi, dan Misbah. Sebuah
apartemen sederhana yang mempunyai dua lantai menjadi tempat tinggal mereka.
Lantai dasar menjadi tempat tinggal Fahri dan keempat temannya, sedangkan
lantai atas ditempati oleh keluarga Kristen Koptik yang sekaligus menjadi
tetangga mereka. Keluarga ini terdiri dari Tuan Boutros, Madame Nahed dan dua
orang anak mereka, yaitu Maria dan Yousef.
Hubungan antara keluarga Boutros dengan keluarga Fahri terjalin
sangat baik. Meskipun mereka berbeda aqidah dan keyakinan. Perbedaan itu justru
menjadikan mereka lebih akrab. Terlebih Fahri dan Maria berteman begitu akrab.
Meski Fahri menyebut Maria sebagai gadis koptik yang aneh, tapi itu tidak
menjadi halangan bagi persahabatan mereka. Sebutan Fahri terhadap Maria, itu
dikarenakan Maria mampu menghafal surat Al-Maidah dan surat Maryam, yang belum
tentu orang muslim asli mampu menghafalnya.
Selain bertetangga dengan keluarga Tuan Boutros, Fahri juga
mempunyai tetangga lain berkulit hitam yang perangainya berbanding seratus
delapan puluh derajat dengan keluarga Boutros. Kepala keluarga ini bernama
Bahadur. Istrinya bernama Madame Syaima. Keluarga ini memiliki tiga orang anak.
Mereka adalah Mona, Suzanna, dan Noura. Bahadur, Madame Syaima, Mona, dan
Suzanna sering menyiksa Noura. Noura tidak diperlakukan seperti anaknya
sendiri. Ia selalu mendapatkan kekerasan dari keluarganya.
Suatu malam Noura diusir oleh Bahadur dari rumah. Noura diseret ke
jalanan sambil dicambuk. Ia menangis. Tangisannya sangat memilukan. Fahri
pun tidak tega melihat Noura diperlakukan
demikian oleh Bahadur, ayahnya sendiri. Fahri segera meminta Maria melalui sms
untuk menolong Noura. Fahri tidak bisa berbuat apa-apa karena Fahri tidak bisa
menolong Noura secara langsung dan
karena Noura seorang wanita yang bukan muhrimnya. Awalnya Maria menolak
permintaan Fahri. Karena Maria tidak mau keluarganya terlibat dengan keluarga
Bahadur. Setelah Fahri memohon, akhirnya Maria pun bersedia menolong Noura
malam itu. Ia langsung membawa Noura ke flatnya.
Fahri dan Maria berusaha mencari tahu siapa keluarga Noura
sebenarnya. Mereka yakin Noura bukanlah anak Bahadur dan madame Syaima.
Keputusan yang mereka ambil untuk mencari tahu keberadaan kebenaran keluarga
noura membuahkan hasil. Hasilnya benar, bahwa Noura bukanlah anak mereka,
Bahadur dan Madame Syaima. Noura yang malang itu akhirnya bisa berkumpul
bersama orang-orang yang menyayanginya, keluarga yang sesungguhnya. Noura
sangat berterima kasih pada Fahri dan Maria.
Sementara itu, Aisha tidak dapat melupakan pemuda yang baik hati
yang mau menolongnya di metro saat itu. Aisha rupanya telah jatuh hati pada
Fahri. Aisha meminta pamannya, Eqbal untuk menjodohkannya dengan Fahri. Aisha
menceritakan bahwa Fahri adalah murid dari Syaikh Usman. Kebetulan, paman Eqbal
mengenal Fahri dan Syaikh Utsman. Fahri sebenarnya juga menyukai Aisha dan
ketika Syeikh Usman meminta kepada Fahri, ia pun tidak bisa menolaknya. Melalui
bantuan Syaikh Utsmanlah, Fahri pun bersedia untuk menikah dengan Aisha.
Mendengar kabar pernikahan Fahri, Nurul yang juga menyukai Fahri
menjadi sangat kecewa. Paman dan bibinya sempat datang ke rumah Fahri untuk
memberitahu bahwa keponakannya sangat mencitai Fahri. Namun semua telah
terlambat! Fahri akan segera menikah dengan Aisha. Nurul pun hanya bisa
meratapi kesedihannya. Nurul bukanlah satu-satunya orang yang kecewa atas
pernikahan Fahri dengan Aisya. Maria, orang yang juga sangat mencintai Fahri
merasa sangat terpukul. Ia seperti tidak mempunyai harapan hidup.
Pernikahan Fahri dengan Aisha pun berlangsung. Fahri dan Aisha
memutuskan untuk berbulanmadu di sebuah apartemen cantik selama beberapa
minggu. Sepulang dari ‘bulanmadu’nya, Fahri mendapat kejutan dari Maria dan
Yousef. Maria dan adiknya itu datang ke rumah Fahri untuk memberikan sebuah kado
pernikahan. Namun, Maria tampak lebih kurus dan murung. Memang, saat Fahri dan
Aisha menikah, keluarga Boutros sedang pergi berlibur. Sejak kejadian itulah,
Maria lebih suka menyendiri dan lebih murung.
Kebahagian Fahri dan Aisha atas pernikahannya tidak bisa bertahan
lama. Fahri harus menjalani hukuman di balik jeruji besi atas tuduhan
pemerkosaan terhadap Noura. Noura menuduh Fahri melakukan pemerkosaan itu
dikarenakan Noura teramat terluka, ketika Fahri memutuskan untuk menikah dengan
Aisha.
Persidangan atas tuduhan Noura terhadap Fahri digelar. Noura yang
tengah hamil itu memberikan kesaksian, bahwa janin yang dikandungnya adalah
anak Fahri. Fahri dan pengacaranya tidak dapat berbuat apa-apa karena pengacara
Fahri pun belum memiliki bukti yang kuat untuk membebaskan kliennya dari segala
tuduhan. Fahri pun harus mendekam di bui selama beberapa minggu.
Fahri sangat yakin, satu-satunya saksi kunci yang dapat meloloskan
ia dari fitnah kejam Noura adalah Maria. Marialah yang bersama Noura pada malam
itu (malam yang Noura sebut dalam persidangan sebagai malam dimana Fahri
memperkosanya). Akhirnya mereka berusaha untuk menemukan Maria. Saat Maria
ditemukan, Maria sedang terkulai lemah tak berdaya. Luka hati karena cintanya
yang bertepuk sebelah tangan, telah membuatnya jatuh sakit. Karena tidak ada
jalan lain, atas desakan Aisha, Fahri pun menikahi Maria. Aisha berharap,
dengan mendengar suara dan merasakan sentuhan tangan Fahri, Maria tersadar dari
koma panjangnya. Harapan Aisha telah
menjadi kenyataan. Maria dapat tersadar dan membuka matanya. Masih dalam proses
penyembuhan, Maria kemudian bersedia untuk memberikan kesaksian dalam
persidangan. Kesaksian Maria membuat kemenangan pihak Fahri dalam persidangan.
Akhirnya Fahri pun terbebas dari tuduhan Noura. Persidangan yang dimenangkan
Fahri membuat Noura menyesali perbuatan yang dilakukannya. Ia pun meminta maaf
kepada fahri dan keluarga. Dengan jiwa besar, Fahri memaafkan Noura. Setelah
itu, terungkaplah bahwa ayah dari bayi dalam kandungan Noura adalah Bahadur.
Fahri, Aisha, dan Maria mampu menjalani rumah tangga mereka dengan
baik dan harmonis. Aisha telah menganggap Maria sebagai adiknya, demikian pula
Maria yang menghormati Aisha layaknya seorang kakak. Takdir yang telah
digariskan tidak bisa tolak, dan tanpa pernah terduga maut akhirnya merenggut
Maria. Maria sangat beruntung karena sebelum ajal menjemputnya, ia telah
menjadi seorang mu’alaf.
Meski Maria sudah menghadap Ilahi, ia akan tetap terkenang dalam
benak keluarga Fahri dan Aisha. Atas izin sang Khalik, mereka bersatu dalam
tali pernikahan yang mengharap ridha
Ilahi dan menjalani kehidupan rumah tangga
dengan bahagia.
2.
Analisis Struktural
1)
Tema
Tema merupakan aspek
cerita yang sejajar dengan ’makna’ dalam pengalaman manusia, sesuatu yang menjadikan pengalaman begitu diangkat
(Stanton, 2007:36). Tema mengacu pada aspek kehidupan manusia yang akan
melingkupi cerita.
Tema yang diangkat dari
novel Ayat-ayat Cinta adalah sebuah kehidupan yang sangat berwarna, cinta,
kesetiaan, dan agama. Semua menjadi satu dan berbaur. Mengangkat tema cinta dan
keagamaan.
2)
Alur (Plot)
Alur merupakan
rangkaian peristiwa dalam sebuah cerita. Stanton (2007:28) menyebutkan bahwa
alur merupakan tulang punggung cerita dan sebuah cerita tidak akan tidak akan
seutuhnya dimengerti tanpa adanya pemahaman terhadap peristiwa-peristiwa yang
mempertautkan alur, hubungan kausalitas, dan keberpengaruhannya.
Alur dalam novel
Ayat-ayat Cinta, pengarang menggunakan alur maju. Sehingga dengan mudah para
pembaca memahai keseluruhan isi cerita.
3)
Latar (Setting)
Latar adalah tempat
kejadian atau tempat peristiwa-peristiwa yang berlangsung dalam sebuah cerita. Latar
terdiri dari latar tempat, latar waktu, dan latar sosial.
a.
Latar waktu dalam novel
Ayat-ayat Cinta adalah siang hari, malam hari, tengah malam, magrib, subuh,
pagi-pagi (pagi hari)dan beberapa minggu, tahun 1995, pukul 9, Zuhur, Ashar,
Jum’at, Sabtu, Minggu, dan Senin.
b.
Latar tempat dalam novel ini
adalah kampus Universitas Al-Azhar, metro/bis, Pyramid com (rental computer), Wisma Nusantara, Masjid Indonesia, penjara/ ruang tahanan di Mesir, ruang sidang,
jalan raya, rumah Aisya, rumah sakit, rumah Bahadur, restoran, apartemen,
sungai Niil, Masjid Abu Bakar As-Syidik, flat/ losmen/ apartemen kecil yang
menjdi tempat tinggal Fahri dan keempat temannya, juga keluarga Boutros.
c.
Latar sosial dalam novel ini
adalah latar belakang suatu kehidupan di Negara Mesir yang mempertahankan budayanya. Latar sosial
begitu terlihat dan tergambar dalam novel ini, ketika Fahri harus menelan pil
pahit, mendekam dibalik jeruji besi.
4)
Penokohan dan perwatakan
Penokohan terdiri dari
tokoh utama dan tokoh pendamping. Tokoh utama Ayat-ayat Cinta sebagai berikut.
a.
Fahri bin Abdullah Shiddiq
Lelaki tampan yang
menjadi idaman para wanita, yang terbukti menjadi rebutan empat wanita
sekaligus, yakni Maria, Noura, Nurul, dan Aisya. Fahri adalah orang yang baik
hati, tekun, giat, pintar, penolong, sabar, menjunjung tinggi dan berpegang
teguh terhadap agama yang dianutnya.
b.
Maria
Maria adalah wanita
cantik yang baik budi pekertinya, senang bergurau, dan ceria. Namun, keadaan
fisik Maria lemah. Maria seorang non-muslim yang beragama Kristen Koptik. Meski
demikian, Maria mampu menghafal surat Al-Maidah dan surat Maryam. Dia juga
senang mendengarkan suara Adzan. Maria dijuluki sebagai orang Kristen Koptik
yang aneh dan unik.
c.
Noura
Gadis cantik yang
menyukai Fahri. Ia baik hati, tetapi memiliki pikiran yang picik. Bagaiman
tidak, Fahri, lelaki yang ia cintai tega difitnah melakukan pemerkosaan
terhadapnya. Kehidupan yang dialami Noura memang tidak menyenangkan. Ia selalu
mendapat perlakuan yang tidak adil dari keluarga pertamanya, sebelum ia
menemukan keluarga kandungnya.
d.
Aisya
Gadis cantik dan anggun
yang telah memikat hati Fahri bin Abdullah Shiddik. Kebaikan hatinya,
kesopanannya terhadap siapapun orang yang ditemuinya membuat Fahri Jatuh hati.
Aisya adalah gadis yang lemah lembut, baik hati, pintar, sabar, dan taat
terhadap agama. Aisya yang baik hati
bisa mendapatkan dan memiliki Fahri yang berbudi pekerti.
e.
Nurul
Gadis manis asal
Indonesia yang juga mengenyam pendidikan di Al-Azhar. Dia pintar dan baik hati,
juga selalu periang. Ia juga memiliki perasaan senang terhadap Fahri. Namun,
ketika ia mendengar Fahri akan menikah dengan Aisya, ia mmenjadi sosok wanita
yang pendiam dan menjadi orang yang putus asa.
f.
Keluarga Kristen Koptik
Keluarga ini memiliki
sikap yang baik terhadap tetangga di flat yang mereka huni. Mereka saling
menghargai dan menghormati orang-orang yang berada dekan dengan flat tempat
tinggal mereka, yang mayoritas beragama Islam. Keluarga ini sangat baik terhadap
Fahri dan keempat temannya, terutama Maria. Keluatga ini terdiri dari Tuan
Boutros, Madame Nahed dan dua orang anak mereka, yaitu Maria dan Yousef.
g.
Syaikh Utsman Abdul Fattah
Ia adalah guru dari Fahri bin
Abdullah Shiddiq. Ia adalah Syeikh yang cukup tersohor di Mesir. Fahri belajar tentang
Qira’ah Sab’ah (membaca Al-Qur’an dengan
riwayat tujuh imam) dan Ushul Tafsir (ilmu tafsir paling pokok). Syaikh Utsman
sangat selektif dalam memilih murid. Ia juga sangat mengenal baik Fahri. Karena
Fahri satu-satunya orang asing dan satu-satunya dari Indonesia.
h. Bahadur
Orang yang memiliki watak keras. Ia
kejam dan sering menjadikan Noura sebagai sasaran
dari kekejamannya. Padahal sebelum Noura mengetahui bahwa ia bukanlah
ayah kandungnya, Noura menghormatinya sebagai ayah kandungnya.
i.
Madame Syaima
Istri Nahadur, ibu tiri Noura. Ia
berlaku seperti ibu kandungnya sendiri, lemah lembut dan amat menyayangi Noura.
j.
Asyraf
Orang muslim asli Mesir yang sama
sekali tidak menukai Amerika. Ia amat membenci Amerika. Oleh karena itu, ketika
ia bertemu dengan orang Amerika, ia bersifat kasar.
k. Allicia
Warga Negara Amerika ini sedang
melakukan penelitian tentang agama Islam di Mesir. Ia amat sangat memiliki rasa
penasaran dan keingintahuan yang tinggi terhada Islam.
Demikian analisis beberapa tokoh
yang berperang penting dalam pengembangan struktur ayat-ayat cinta. Selain itu,
ada tokoh pendamping yang juga dapat membantu membangun struktur Ayat-ayat
Cinta. Tokoh itu diantaranya Rudi, Hamdi, Syaiful, Mishbah, Yousef, Madame
Nahed, Tuan Boutros, Ummu Aiman, dan Syeikh Ahmad.
5) Gaya
bahasa
Penceritaan novel ini mengunakan
bahasa yang mudah dipahami. Karena
bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan juga menggunakan bahasa Arab
yang sudah diberi arti di bagian kiri halaman (catatan kaki). Novel ini juga
novel yang memadukan kemoderenan bahasa (Arab-Inggris, Arab-German).
6) Sudut
Pandang
Penulis menggunakan kata “Aku”
sehingga menjadikan sudut pandang orang pertama. “Aku” digunakan oleh penulis dengan
meksud agar pembaca lebih mudah memahami isi cerita, dan secara tidak langsung
pembaca seolah-olah menjadi sosok Fahri (Aku).
7) Amanat
Pengarang berusaha menyampaikan
amanat melalui berbagai tokoh dalam novel ini. Karakter yang ada dalam diri Fahri
merupakan suatu amanat pengarang, bahwa dalam kehidupan ini banyak sekali
godaan dan semua itu harus dijalani dengan sabar dan tabah, serta ikhalas
menjalani kehidupan di dunia ini. Selain itu, Fahri mempunyai tekad dan
semangat yang tinggi dalam mengemban dan memperdalam ilmu. Hal itu tercermin
pada saat cuaca panas dan debu yang terus-menerus menutupi jalanan, Fahri tetap
pergi menemui Syaikh Utsman Abdul Fatta ke Shubra El-Kaima untuk talaqqi qiraah sab’ah. Melalui sosok
Bahadur, penulis berpesan bahwa orang yang jahan dan picik akan mendapatkan
sanksi yang sesuai. Aisya sosok yang ramah, penuh dengan rasa hormat, dan
saling menyayangi.
3.
Analisis
Semoitik (Nilai Religiusitas)
Semiotik
atau semiotika adalah studi tentang tanda dan segala yang berhubungan
dengannya; cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain,
pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya (Sudjiman
dan Aart, 1992: 5). Tujuan akhir dari analisis karya sastra adalah pengungkapan
makna yang berada di dalamnya. Seperti yang dikatakan oleh Al-Ma’ruf (2010:24)
dalam pendekatan semiotik ada yang
dimaksud dengan “penanda” dan “petanda”. Oleh karena itu, semua jenis
penelitian sastra memerlukan pengungkapan makna yang diterkandung di dalamnya.
Nilai
religiusitas dalam novel Ayat-ayat Cinta ditemukan adanya turunnya nilai moral
keagamaan dan keimanan seorang remaja muslim. Nilai religiusitas yang banyak
diangkat dalam novel ini juga berkaitan dengan kondisi sosial masyarakat baik
Mesir maupun Indonesia. Nilai moral merosot akibat perbuatan seorang ayah yang
menggauli putri angkatnya yang bernama Noura. Akibat kejadian demikian,
putrinya mengandung. Dibekali iman yang belum penuh, Noura melakukan hal yang
tidak seharusnya dilakukan. Noura menuduh Fahri telah menggulinya, sehingga
Fahri harus mendekam di penjara. Hal ini menimbulkan konflik sosial yang
berhubungan juga dengan religiusitas.
Nilai
relugiusitas juga dijelaskan, ketika tokoh yang bernama Alicia meminta Fahri
untuk menjelaskan tengtang agama Islam yang berkaitan dengan pemukulan terhadap
perempuan.
“Begini Fahri, di Barat ada sebuah opini bahwa Islam
menyuruh seorang suami memukul istrinya. Katanya suruhan itu terdapat dalam
Al-Quran. Ini jelas tindakan yang jauh dari beradab. Sangat menghina martabat
kaum wanita. Apakah kau bisa mnjelaskan masalah ini yang sesungguhnya? Benarkah
opini itu, atau bagaimana? Hlm. 96.
Seorang muslim yang
memiliki iman kuat dan telah banyak belajar mengenai agama seperti Fahri dapat
menjawab dengan baik. Karena bekal yang telah dia dapatkan. Islam tidak
membenarkan tindakan seperti itu. Melainkan seorang perempuan/istri melakukan
perbuatan yang bisa merugikan suami, keluarga, dan rumah tangga, serta agama,
perbuatan tersebut dapat dibenarkan dan diperbolehkan dengan tiga syarat yang
telah ditentukan.
Nilai
religius juga terlihat ketika proses menjelang pernikahan Fahri dengan Aisha.
Sejak awal perjodohan (Ta’aruf) Fahri
dan Aisha sudah saling menerima satu sama lain. Sesuai dengan ajaran Islam,
pernikahan mereka dilangsungkan. Islam begitu memberi kebebasan memilih dalam
hal perjodohan, tidak ada pemaksaan, semua bergantung pada seseorang yang akan
melaksanakannya. Nilai religiusitas juga terlihat pada prosesi tersebut.
C.
SIMPULAN
Pengajian
terhadap karya sastra yang berupa prosa yakni novel Ayat-Ayat Cinta
menghasilkan jenis analisis yang memadukan antara pendekatan struktural dan
pendekatan semiotik/semiotika dalam mengungkap nilai religiusitas. Pendekatan
struktural dilakukan lebih awal dibanding dengan pendekatan semiotik. Hal ini
sengaja dilakukan, karena suatu karya sastra yang diteliti tidak luput dari
kajian dengan pendekatan struktural. Setelah pendekatan struktural dilakukan,
maka dapat diterapkan pendekatan lain dalam mengkaji suatu karya sastra. Pendekatan semiotik berusaha mengungkapkan
makna yang terkandung dalam novel melalui tanda-tanda yang telah di sampaikan
pengarang dalam cerita.
DAFTAR PUSTAKA
El-Shirazy,
Habiburrahman. 2008. Ayat-Ayat Cinta.
Jakarta: Republika.
Nurgiantoro,
Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi.
Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.
Stanton,
Robert. 2007. Teori Fiksi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sudjiman,
Panuti dan Aart van Zoest. 1992. Serba-Serbi
Semiotika. Jakarta: Gramedia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar