Kamis, 10 Januari 2013

Pengkajian Fiksi



NILAI RELIGIUSITAS NOVEL AYAT-AYAT CINTA
KARYA HABIBURRAHMAN EL-SHIRAZI:
ANALISIS STRUKTURAL-SEMIOTIK

Oleh:
Fitri Kartikasari
A310100068

PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012

A.    Pendahuluan
Karya sastra merupakan hasil karya cipta seseorang dalam bentuk apapun yang memiliki nilai estetik. Karya sastra sebagai hasil cipta manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai-nilai kehidupan. seseorang dapat mengetahui nilai-nilai kehidupannya sendiri, maupun kehidupan orang lain dan masyarakat melalui karya sastra. Hadirnya karya sastra yang membicarakan persoalan kehidupan manusia, memiliki hubungan yang tidak dapat terpisahkan. Sastra dengan segala ekspresinya merupakan pencerminan dari kehidupan manusia. Adapun permasalahan manusia merupakan ilham bagi pengarang untuk mengungkapkan dirinya dengan media karya sastra. Hal ini dapat dikatakan bahwa tanpa kehadiran manusia, sastra mungkin tidak ada.
Nilai estetik karya sastra menjadikan karya tersebut memiliki nilai yang luar biasa. Karya sastra memiliki nilai imajenatif. Imajenatif karya sastra selain untuk hiburan, juga untuk menambah pengalaman batin para penikmat sastra.  Karya sastra yang memiliki nilai estetik dan imajenatif adalah prosa, puisi dan drama. Novel merupakan salah satu karya sastra yang bergenre prosa. Novel adalah prosa rekaan yang panjang, menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar belakang secara terstruktur (Sudjiman, 1990:55).
Novel Ayat-ayat Cinta adalah novel yang memiliki latar belakang dua Negara, Indonesia dan Mesir. Peristiwa disajikan begitu menarik oleh pengarang. Novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburraman El-Shirazi akan dianalisis menggunakan pendekatan semiotik yang mengungkapkan nilai religiusitas. Semiotik adalah studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya, dan peneimaannya oleh mereka yang mempergunakannya (Sudjiman, 1992:5). Sedangkan menurut Saussure (dalam Nurgiantoro, 1995:39) pandangan semiotik yakni bahasa, yang merupakan sebuah system tanda, dan sebagai suatu tanda bahasa mewakili sesuatu yang lain yang disebut makna.
Religius memiliki istilah membawa konotasi pada makna agama.religius dan agama memiliki keterkaitan yang erat dan menjadi satu kesatuan. Religiusitas memiliki pengertian yang lebih dalam dan lebih luas dalam mengatasi keagamaan dibandingkan agama itu sendiri (Nurgiantoro, 1995:328). Ayat-ayat Cinta banyak mengangkat nilai religiusitas. Nilai religiusitas yang terkandung dalam Ayat-ayat Cinta juga menghubungkan dengan nilai lain seperti nilai sosial dan nilai budaya.
Sebelum melakukan analisis semiotik, hal yang perlu diperhatikan dan menjadi prioritas utama dalam kajian atau analisis semotik maupun analisis yang lainnya adalah analisis struktual/ pendekatan struktualisme. Pendekatan strukturalisme adalah suatu pendekatan yang menganalisis struktur karya sastra. Struktur karya sastra memiliki hubungan yang sangat erat dan tak dapat dpisahkan serta menjadi satu kesatuan. Analisis struktural dilakukan lebih awal dari analsis lain yang akan dilakukan karena apa pun jenis analisis yang dilakukan membutuhkan analisis struktural. Begitu pula dengan analisis semiotik yang membutuhkan analisis struktural demi mengungkap makna yang terkandung dalam karya sastra.

B.     Pembahasan
1.      Ringkasan Cerita
Fahri bin Abdillah adalah pelajar Indonesia yang berusaha menggapai gelar masternya di Al Ahzar. Fahri tidaklah seorang diri. Ia tinggal di Mesir bersama teman-temannya. Fahri tidak pernah mengenal kata lelah. Ia berteman dengan sengatan panas matahari dan debu halus Mesir. Keinginan yang kuat untuk mencapai berbagai macam target dan kesederhanaan hidup. Ia Bertahan dengan menjadi penerjemah buku-buku agama. Menimba ilmu di Mesir, membuat Fahri dapat mengenal Maria, Nurul, Noura, dan Aisha.
Maria Grigis adalah tetangga satu flat Fahri, yang beragama Kristen Koptik tapi mengagumi Al Quran dan juga menganggumi Fahri. Sementara Nurul adalah anak seorang kyai terkenal, yang juga menimba ilmu di Al Azhar. Sebenarnya Fahri menaruh hati pada gadis manis ini, tetapi ia minder terhadap dirinya sendiri, karena dia hanyalah anak dari petani. Sedangkan Noura adalah gadis cantik anak dari Bahadur yang selalu mndapatkan perlakuan kasar dari keluarganya. Ia tinggal bertetangga dengan Fahri. Yang terakhir adalah Aisha. Gadis cantik asal Jerman ini sudah membuat Fahri jatuh hati padanya.
Di Mesir Fahri tinggal bersama keempat orang temannya yang juga berasal dari Indonesia. Mereka adalah Saiful, Rudi, Hamdi, dan Misbah. Sebuah apartemen sederhana yang mempunyai dua lantai menjadi tempat tinggal mereka. Lantai dasar menjadi tempat tinggal Fahri dan keempat temannya, sedangkan lantai atas ditempati oleh keluarga Kristen Koptik yang sekaligus menjadi tetangga mereka. Keluarga ini terdiri dari Tuan Boutros, Madame Nahed dan dua orang anak mereka, yaitu Maria dan Yousef.
Hubungan antara keluarga Boutros dengan keluarga Fahri terjalin sangat baik. Meskipun mereka berbeda aqidah dan keyakinan. Perbedaan itu justru menjadikan mereka lebih akrab. Terlebih Fahri dan Maria berteman begitu akrab. Meski Fahri menyebut Maria sebagai gadis koptik yang aneh, tapi itu tidak menjadi halangan bagi persahabatan mereka. Sebutan Fahri terhadap Maria, itu dikarenakan Maria mampu menghafal surat Al-Maidah dan surat Maryam, yang belum tentu orang muslim asli mampu menghafalnya.
Selain bertetangga dengan keluarga Tuan Boutros, Fahri juga mempunyai tetangga lain berkulit hitam yang perangainya berbanding seratus delapan puluh derajat dengan keluarga Boutros. Kepala keluarga ini bernama Bahadur. Istrinya bernama Madame Syaima. Keluarga ini memiliki tiga orang anak. Mereka adalah Mona, Suzanna, dan Noura. Bahadur, Madame Syaima, Mona, dan Suzanna sering menyiksa Noura. Noura tidak diperlakukan seperti anaknya sendiri. Ia selalu mendapatkan kekerasan dari keluarganya.
Suatu malam Noura diusir oleh Bahadur dari rumah. Noura diseret ke jalanan sambil dicambuk. Ia menangis. Tangisannya sangat memilukan. Fahri pun  tidak tega melihat Noura diperlakukan demikian oleh Bahadur, ayahnya sendiri. Fahri segera meminta Maria melalui sms untuk menolong Noura. Fahri tidak bisa berbuat apa-apa karena Fahri tidak bisa menolong Noura secara langsung dan  karena Noura seorang wanita yang bukan muhrimnya. Awalnya Maria menolak permintaan Fahri. Karena Maria tidak mau keluarganya terlibat dengan keluarga Bahadur. Setelah Fahri memohon, akhirnya Maria pun bersedia menolong Noura malam itu. Ia langsung membawa Noura ke flatnya.
Fahri dan Maria berusaha mencari tahu siapa keluarga Noura sebenarnya. Mereka yakin Noura bukanlah anak Bahadur dan madame Syaima. Keputusan yang mereka ambil untuk mencari tahu keberadaan kebenaran keluarga noura membuahkan hasil. Hasilnya benar, bahwa Noura bukanlah anak mereka, Bahadur dan Madame Syaima. Noura yang malang itu akhirnya bisa berkumpul bersama orang-orang yang menyayanginya, keluarga yang sesungguhnya. Noura sangat berterima kasih pada Fahri dan Maria.
Sementara itu, Aisha tidak dapat melupakan pemuda yang baik hati yang mau menolongnya di metro saat itu. Aisha rupanya telah jatuh hati pada Fahri. Aisha meminta pamannya, Eqbal untuk menjodohkannya dengan Fahri. Aisha menceritakan bahwa Fahri adalah murid dari Syaikh Usman. Kebetulan, paman Eqbal mengenal Fahri dan Syaikh Utsman. Fahri sebenarnya juga menyukai Aisha dan ketika Syeikh Usman meminta kepada Fahri, ia pun tidak bisa menolaknya. Melalui bantuan Syaikh Utsmanlah, Fahri pun bersedia untuk menikah dengan Aisha.
Mendengar kabar pernikahan Fahri, Nurul yang juga menyukai Fahri menjadi sangat kecewa. Paman dan bibinya sempat datang ke rumah Fahri untuk memberitahu bahwa keponakannya sangat mencitai Fahri. Namun semua telah terlambat! Fahri akan segera menikah dengan Aisha. Nurul pun hanya bisa meratapi kesedihannya. Nurul bukanlah satu-satunya orang yang kecewa atas pernikahan Fahri dengan Aisya. Maria, orang yang juga sangat mencintai Fahri merasa sangat terpukul. Ia seperti tidak mempunyai harapan hidup.
Pernikahan Fahri dengan Aisha pun berlangsung. Fahri dan Aisha memutuskan untuk berbulanmadu di sebuah apartemen cantik selama beberapa minggu. Sepulang dari ‘bulanmadu’nya, Fahri mendapat kejutan dari Maria dan Yousef. Maria dan adiknya itu datang ke rumah Fahri untuk memberikan sebuah kado pernikahan. Namun, Maria tampak lebih kurus dan murung. Memang, saat Fahri dan Aisha menikah, keluarga Boutros sedang pergi berlibur. Sejak kejadian itulah, Maria lebih suka menyendiri dan lebih murung.
Kebahagian Fahri dan Aisha atas pernikahannya tidak bisa bertahan lama. Fahri harus menjalani hukuman di balik jeruji besi atas tuduhan pemerkosaan terhadap Noura. Noura menuduh Fahri melakukan pemerkosaan itu dikarenakan Noura teramat terluka, ketika Fahri memutuskan untuk menikah dengan Aisha.
Persidangan atas tuduhan Noura terhadap Fahri digelar. Noura yang tengah hamil itu memberikan kesaksian, bahwa janin yang dikandungnya adalah anak Fahri. Fahri dan pengacaranya tidak dapat berbuat apa-apa karena pengacara Fahri pun belum memiliki bukti yang kuat untuk membebaskan kliennya dari segala tuduhan. Fahri pun harus mendekam di bui selama beberapa minggu.
Fahri sangat yakin, satu-satunya saksi kunci yang dapat meloloskan ia dari fitnah kejam Noura adalah Maria. Marialah yang bersama Noura pada malam itu (malam yang Noura sebut dalam persidangan sebagai malam dimana Fahri memperkosanya). Akhirnya mereka berusaha untuk menemukan Maria. Saat Maria ditemukan, Maria sedang terkulai lemah tak berdaya. Luka hati karena cintanya yang bertepuk sebelah tangan, telah membuatnya jatuh sakit. Karena tidak ada jalan lain, atas desakan Aisha, Fahri pun menikahi Maria. Aisha berharap, dengan mendengar suara dan merasakan sentuhan tangan Fahri, Maria tersadar dari koma panjangnya. Harapan Aisha  telah menjadi kenyataan. Maria dapat tersadar dan membuka matanya. Masih dalam proses penyembuhan, Maria kemudian bersedia untuk memberikan kesaksian dalam persidangan. Kesaksian Maria membuat kemenangan pihak Fahri dalam persidangan. Akhirnya Fahri pun terbebas dari tuduhan Noura. Persidangan yang dimenangkan Fahri membuat Noura menyesali perbuatan yang dilakukannya. Ia pun meminta maaf kepada fahri dan keluarga. Dengan jiwa besar, Fahri memaafkan Noura. Setelah itu, terungkaplah bahwa ayah dari bayi dalam kandungan Noura adalah Bahadur.
Fahri, Aisha, dan Maria mampu menjalani rumah tangga mereka dengan baik dan harmonis. Aisha telah menganggap Maria sebagai adiknya, demikian pula Maria yang menghormati Aisha layaknya seorang kakak. Takdir yang telah digariskan tidak bisa tolak, dan tanpa pernah terduga maut akhirnya merenggut Maria. Maria sangat beruntung karena sebelum ajal menjemputnya, ia telah menjadi seorang mu’alaf.
Meski Maria sudah menghadap Ilahi, ia akan tetap terkenang dalam benak keluarga Fahri dan Aisha. Atas izin sang Khalik, mereka bersatu dalam tali pernikahan  yang mengharap ridha Ilahi dan menjalani kehidupan rumah tangga  dengan bahagia.

2.      Analisis Struktural
1)      Tema
Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan ’makna’ dalam pengalaman manusia, sesuatu  yang menjadikan pengalaman begitu diangkat (Stanton, 2007:36). Tema mengacu pada aspek kehidupan manusia yang akan melingkupi cerita.
Tema yang diangkat dari novel Ayat-ayat Cinta adalah sebuah kehidupan yang sangat berwarna, cinta, kesetiaan, dan agama. Semua menjadi satu dan berbaur. Mengangkat tema cinta dan keagamaan.

2)      Alur (Plot)
Alur merupakan rangkaian peristiwa dalam sebuah cerita. Stanton (2007:28) menyebutkan bahwa alur merupakan tulang punggung cerita dan sebuah cerita tidak akan tidak akan seutuhnya dimengerti tanpa adanya pemahaman terhadap peristiwa-peristiwa yang mempertautkan alur, hubungan kausalitas, dan keberpengaruhannya.
Alur dalam novel Ayat-ayat Cinta, pengarang menggunakan alur maju. Sehingga dengan mudah para pembaca memahai keseluruhan isi cerita.

3)      Latar (Setting)
Latar adalah tempat kejadian atau tempat peristiwa-peristiwa yang berlangsung dalam sebuah cerita. Latar terdiri dari latar tempat, latar waktu, dan latar sosial.
a.       Latar waktu dalam novel Ayat-ayat Cinta adalah siang hari, malam hari, tengah malam, magrib, subuh, pagi-pagi (pagi hari)dan beberapa minggu, tahun 1995, pukul 9, Zuhur, Ashar, Jum’at, Sabtu, Minggu, dan Senin.
b.      Latar tempat dalam novel ini adalah kampus Universitas Al-Azhar, metro/bis, Pyramid com (rental computer), Wisma Nusantara, Masjid Indonesia,  penjara/ ruang tahanan di Mesir, ruang sidang, jalan raya, rumah Aisya, rumah sakit, rumah Bahadur, restoran, apartemen, sungai Niil, Masjid Abu Bakar As-Syidik, flat/ losmen/ apartemen kecil yang menjdi tempat tinggal Fahri dan keempat temannya, juga keluarga Boutros.
c.       Latar sosial dalam novel ini adalah latar belakang suatu kehidupan di Negara Mesir  yang mempertahankan budayanya. Latar sosial begitu terlihat dan tergambar dalam novel ini, ketika Fahri harus menelan pil pahit, mendekam dibalik jeruji besi.

4)      Penokohan dan perwatakan
Penokohan terdiri dari tokoh utama dan tokoh pendamping. Tokoh utama Ayat-ayat Cinta sebagai berikut.
a.       Fahri bin Abdullah Shiddiq
Lelaki tampan yang menjadi idaman para wanita, yang terbukti menjadi rebutan empat wanita sekaligus, yakni Maria, Noura, Nurul, dan Aisya. Fahri adalah orang yang baik hati, tekun, giat, pintar, penolong, sabar, menjunjung tinggi dan berpegang teguh terhadap agama yang dianutnya.
b.      Maria
Maria adalah wanita cantik yang baik budi pekertinya, senang bergurau, dan ceria. Namun, keadaan fisik Maria lemah. Maria seorang non-muslim yang beragama Kristen Koptik. Meski demikian, Maria mampu menghafal surat Al-Maidah dan surat Maryam. Dia juga senang mendengarkan suara Adzan. Maria dijuluki sebagai orang Kristen Koptik yang aneh dan unik.
c.       Noura
Gadis cantik yang menyukai Fahri. Ia baik hati, tetapi memiliki pikiran yang picik. Bagaiman tidak, Fahri, lelaki yang ia cintai tega difitnah melakukan pemerkosaan terhadapnya. Kehidupan yang dialami Noura memang tidak menyenangkan. Ia selalu mendapat perlakuan yang tidak adil dari keluarga pertamanya, sebelum ia menemukan keluarga kandungnya.
d.      Aisya
Gadis cantik dan anggun yang telah memikat hati Fahri bin Abdullah Shiddik. Kebaikan hatinya, kesopanannya terhadap siapapun orang yang ditemuinya membuat Fahri Jatuh hati. Aisya adalah gadis yang lemah lembut, baik hati, pintar, sabar, dan taat terhadap agama.  Aisya yang baik hati bisa mendapatkan dan memiliki Fahri yang berbudi pekerti.
e.       Nurul
Gadis manis asal Indonesia yang juga mengenyam pendidikan di Al-Azhar. Dia pintar dan baik hati, juga selalu periang. Ia juga memiliki perasaan senang terhadap Fahri. Namun, ketika ia mendengar Fahri akan menikah dengan Aisya, ia mmenjadi sosok wanita yang pendiam dan menjadi orang yang putus asa.
f.       Keluarga Kristen Koptik
Keluarga ini memiliki sikap yang baik terhadap tetangga di flat yang mereka huni. Mereka saling menghargai dan menghormati orang-orang yang berada dekan dengan flat tempat tinggal mereka, yang mayoritas beragama Islam. Keluarga ini sangat baik terhadap Fahri dan keempat temannya, terutama Maria. Keluatga ini terdiri dari Tuan Boutros, Madame Nahed dan dua orang anak mereka, yaitu Maria dan Yousef.
g.      Syaikh Utsman Abdul Fattah
Ia adalah guru dari Fahri bin Abdullah Shiddiq. Ia adalah Syeikh yang cukup tersohor di Mesir. Fahri belajar tentang Qira’ah Sab’ah (membaca Al-Qur’an dengan riwayat tujuh imam) dan Ushul Tafsir (ilmu tafsir paling pokok). Syaikh Utsman sangat selektif dalam memilih murid. Ia juga sangat mengenal baik Fahri. Karena Fahri satu-satunya orang asing dan satu-satunya dari Indonesia.
h.      Bahadur
Orang yang memiliki watak keras. Ia kejam dan sering menjadikan Noura sebagai sasaran dari kekejamannya. Padahal sebelum Noura mengetahui bahwa ia bukanlah ayah kandungnya, Noura menghormatinya sebagai ayah kandungnya.
i.        Madame Syaima
Istri Nahadur, ibu tiri Noura. Ia berlaku seperti ibu kandungnya sendiri, lemah lembut dan amat menyayangi Noura.
j.        Asyraf
Orang muslim asli Mesir yang sama sekali tidak menukai Amerika. Ia amat membenci Amerika. Oleh karena itu, ketika ia bertemu dengan orang Amerika, ia bersifat kasar.
k.      Allicia
Warga Negara Amerika ini sedang melakukan penelitian tentang agama Islam di Mesir. Ia amat sangat memiliki rasa penasaran dan keingintahuan yang tinggi terhada Islam.
Demikian analisis beberapa tokoh yang berperang penting dalam pengembangan struktur ayat-ayat cinta. Selain itu, ada tokoh pendamping yang juga dapat membantu membangun struktur Ayat-ayat Cinta. Tokoh itu diantaranya Rudi, Hamdi, Syaiful, Mishbah, Yousef, Madame Nahed, Tuan Boutros, Ummu Aiman, dan Syeikh Ahmad.

5)      Gaya bahasa
Penceritaan novel ini mengunakan bahasa yang mudah dipahami.  Karena bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan juga menggunakan bahasa Arab yang sudah diberi arti di bagian kiri halaman (catatan kaki). Novel ini juga novel yang memadukan kemoderenan bahasa (Arab-Inggris, Arab-German).

6)      Sudut Pandang
Penulis menggunakan kata “Aku” sehingga menjadikan sudut pandang orang pertama. “Aku” digunakan oleh penulis dengan meksud agar pembaca lebih mudah memahami isi cerita, dan secara tidak langsung pembaca seolah-olah menjadi sosok Fahri (Aku).

7)      Amanat
Pengarang berusaha menyampaikan amanat melalui berbagai tokoh dalam novel ini. Karakter yang ada dalam diri Fahri merupakan suatu amanat pengarang, bahwa dalam kehidupan ini banyak sekali godaan dan semua itu harus dijalani dengan sabar dan tabah, serta ikhalas menjalani kehidupan di dunia ini. Selain itu, Fahri mempunyai tekad dan semangat yang tinggi dalam mengemban dan memperdalam ilmu. Hal itu tercermin pada saat cuaca panas dan debu yang terus-menerus menutupi jalanan, Fahri tetap pergi menemui Syaikh Utsman Abdul Fatta ke Shubra El-Kaima untuk talaqqi qiraah sab’ah. Melalui sosok Bahadur, penulis berpesan bahwa orang yang jahan dan picik akan mendapatkan sanksi yang sesuai. Aisya sosok yang ramah, penuh dengan rasa hormat, dan saling menyayangi.

3.      Analisis Semoitik (Nilai Religiusitas)
Semiotik atau semiotika adalah studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya; cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya (Sudjiman dan Aart, 1992: 5). Tujuan akhir dari analisis karya sastra adalah pengungkapan makna yang berada di dalamnya. Seperti yang dikatakan oleh Al-Ma’ruf (2010:24) dalam pendekatan semiotik  ada yang dimaksud dengan “penanda” dan “petanda”. Oleh karena itu, semua jenis penelitian sastra memerlukan pengungkapan makna yang diterkandung di dalamnya.
Nilai religiusitas dalam novel Ayat-ayat Cinta ditemukan adanya turunnya nilai moral keagamaan dan keimanan seorang remaja muslim. Nilai religiusitas yang banyak diangkat dalam novel ini juga berkaitan dengan kondisi sosial masyarakat baik Mesir maupun Indonesia. Nilai moral merosot akibat perbuatan seorang ayah yang menggauli putri angkatnya yang bernama Noura. Akibat kejadian demikian, putrinya mengandung. Dibekali iman yang belum penuh, Noura melakukan hal yang tidak seharusnya dilakukan. Noura menuduh Fahri telah menggulinya, sehingga Fahri harus mendekam di penjara. Hal ini menimbulkan konflik sosial yang berhubungan juga dengan religiusitas.
Nilai relugiusitas juga dijelaskan, ketika tokoh yang bernama Alicia meminta Fahri untuk menjelaskan tengtang agama Islam yang berkaitan dengan pemukulan terhadap perempuan.
“Begini Fahri, di Barat ada sebuah opini bahwa Islam menyuruh seorang suami memukul istrinya. Katanya suruhan itu terdapat dalam Al-Quran. Ini jelas tindakan yang jauh dari beradab. Sangat menghina martabat kaum wanita. Apakah kau bisa mnjelaskan masalah ini yang sesungguhnya? Benarkah opini itu, atau bagaimana? Hlm. 96.
Seorang muslim yang memiliki iman kuat dan telah banyak belajar mengenai agama seperti Fahri dapat menjawab dengan baik. Karena bekal yang telah dia dapatkan. Islam tidak membenarkan tindakan seperti itu. Melainkan seorang perempuan/istri melakukan perbuatan yang bisa merugikan suami, keluarga, dan rumah tangga, serta agama, perbuatan tersebut dapat dibenarkan dan diperbolehkan dengan tiga syarat yang telah ditentukan.
Nilai religius juga terlihat ketika proses menjelang pernikahan Fahri dengan Aisha. Sejak awal perjodohan (Ta’aruf) Fahri dan Aisha sudah saling menerima satu sama lain. Sesuai dengan ajaran Islam, pernikahan mereka dilangsungkan. Islam begitu memberi kebebasan memilih dalam hal perjodohan, tidak ada pemaksaan, semua bergantung pada seseorang yang akan melaksanakannya. Nilai religiusitas juga terlihat pada prosesi tersebut.

C.    SIMPULAN
Pengajian terhadap karya sastra yang berupa prosa yakni novel Ayat-Ayat Cinta menghasilkan jenis analisis yang memadukan antara pendekatan struktural dan pendekatan semiotik/semiotika dalam mengungkap nilai religiusitas. Pendekatan struktural dilakukan lebih awal dibanding dengan pendekatan semiotik. Hal ini sengaja dilakukan, karena suatu karya sastra yang diteliti tidak luput dari kajian dengan pendekatan struktural. Setelah pendekatan struktural dilakukan, maka dapat diterapkan pendekatan lain dalam mengkaji suatu karya sastra.  Pendekatan semiotik berusaha mengungkapkan makna yang terkandung dalam novel melalui tanda-tanda yang telah di sampaikan pengarang dalam cerita.


DAFTAR PUSTAKA

El-Shirazy, Habiburrahman. 2008. Ayat-Ayat Cinta. Jakarta: Republika.
Nurgiantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.
Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sudjiman, Panuti dan Aart van Zoest. 1992. Serba-Serbi Semiotika. Jakarta: Gramedia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar